Jumat, 17 Oktober 2008

PENTING UNTUK REMAJA

Remaja Membutuhkan Pendidikan Reproduksi

MASA pancaroba bagi remaja disebut-sebut sebagai periode yang susah-susah gampang bagi orangtua untuk menanganinya. Kebanyakan orangtua mengakui bahwa memberi bekal untuk remaja putri agar mereka mampu menghadapi berbagai gejolak kehidupan sebenarnya tidaklah mudah.

Meski orangtua sudah bersusah payah menyediakan berbagai fasilitas, termasuk pendidikan yang terbaik untuk anak putri mereka, namun toh orangtua takkan sanggup menghindari godaan dunia yang semakin menghadang kehidupan remaja global sekarang ini.

Perkembangan teknologi komunikasi yang menyebar berbagai informasi dan hiburan budaya pop, kini semakin deras dan takkan mungkin bisa dibendung hanya dengan mengurng anak di rumah atau dengan menyediakan berbagai fasilitas canggih di rumah.

Sesuai dengan perkembangannya, anak-anak putri masa kini tak mungkin dipingit seperti cerita novel Siti Nurbaya, karena kehidupan menuntut mereka untuk tampil lebih luwes dan lebih bergaul dengan dunia luar. Dengan demikian, berbagai acara darmawisata, diskotik, nonton, ikut klub olahraga, sudah menjadi bagian acara rutin remaja.

Hampir semua remaja di belahan dunia mana pun sekarang ini berada dalam situasi yang penuh godaan dengan semakin banyaknya hiburan di media yang menyesatkan.

Dengan informasi yang terbatas dan perkembangan emosi yang masih labil, mereka sudah dihadapkan pada berbagai godaan seperti film-film Barat yang menawarkan nilai-nilai sangat bertentangan dengan nilai-nilai budaya Timur.

Itu sebabnya, seorang kepala SMU favorit di Jakarta sangat terperanjat ketika mengetahui ada siswi yang terlibat dalam 'transaksi seks' hanya karena dorongan seks semata bukan uang atau kebutuhan materi lainnya.

Namun yang jelas dari berbagai data empiris yang ada, sebenarnya anak-anak remaja putri itu sangat membutuhkan pendidikan seks yang benar. Diakui, sebagian besar masyarakat memang masih meragukan manfaat pendidikan seks itu bagi remaja putri, namun dengan melihat semakin membangkaknya jumlah remaja yang hamil di berbagai belahan dunia, maka pandangan yang masih ragu-ragu itu agaknya perlu segera menyadarinya.

Kehamilan tak diharapkan:

Data terakhir, sekitar 60 persen kelahiran anak di kalangan remaja di dunia adalah kehamilan yang tak diharapkan. Satu di antara remaja usia 19 tahun tidak mempunyai akses untuk mendapat kontrasepsi.

Lebih dari dua pertiga wanita di negara berkembang mendapat pendidikan kurang dari sembilan tahun, demikian laporan Alan Guttmacher Institute, suatu lembaga penelitian kesehatan nonprofit.

"Kehidupan anak-anak muda ini sungguh mengenaskan," ujar Jeannie Rosoff, presiden lembaga tersebut.

"Sebagian remaja outri itu terpaksa drop out, karena harus segera menikah, dan sebagian lagi mengalamai eksploitasi seks. Namun banyak diantaranya yang tidak ingin menyerah pada nasib, dan berusaha untuk bangkit mengatasi hidupnya," tambahnya.

Ia menyatakan temuannya itu sebagai hasil perbandingan statistik dari 53 negara di seluruh dunia dengan jumlah penduduk sekitar 75 persen dari seluruh penduduk dunia.

Ditemukan, bahwa remaja putri di negara berkembang yang terpaksa keluar dari sekolah, sudah melakukan hubungan seks di bawah usia 20 tahun, menikah muda dan tidak pernah menggunaakan kontrasepsi.

Oleh sebab itu, menurut para akhli, hanya dengan pendidikanlah untuk dapat menyelamatkan remaja putri di seluruh dunia. "Terbukti, anak-anak yang menikah muda ternyata menurun tajam di negara-negara yang dengan serius memperhatikan pendidikan dengan menyediakan akses cukup untuk mendapat pendidikan, sosial, kesehatan," demikian dilaporkan lembaga itu.

"Masih di negara berkembang, banyak wanita sudah mempunyai anak pertama pada usia di bawah 18 tahun, sementara wanita-wanita di desa-desa dengan pendidikan tidak menyukai kontrasepsi, dan hampir semuanya terpaksa melahirkan dan menemui risiko kehamilan yang cukup gawat," demikian laporan itu.

Namun masalah ini sebenarnya bukan urusan negara berkembang saja. Di Amerika Serikat, tujuh di antara 10 remaja yang melahirkan adalah kelahiran yang tak diinginkan.

Jika mereka mampu menunda beberapa tahun saja untuk punya anak atau keluarga, mungkin jumlah anak akan lebih sedikit dan dapat menghindari resiko kehamilan muda, bahkan mungkin mampu menjadi anggota masyarakat yang lebiuh produktif.

Bekal iman, pendidikan, pergaulan yang sehat, serta hubungan yang mesra antara orangtua dengan anak serta keterbukaan dalam ekeluarga merupakan bekal yang amat berharga bagi remaja putri agar mereka dapat meniti kehidupan dengan selamat. (anspek/O-1)

sumber:Media Indonesia Online, 23 November 2003

Kesetaraan Cowok dan Cewek

Wah susah banget ya jadi cewek! Begitu banyak pesan: awas pemerkosaanlah, pelecehan seksual-lah, atau tindak kriminal lain. Belum lagi kalau "salah" pakai baju. Bahkan, karena sering dianggap lemah dan mesti dilindungi, sering kali cewek hanya "pantas" dijadikan "korban". Kalau begitu, betapa tidak enaknya menjadi cewek.

Pengalaman ini melekat dan diajarkan secara turun-temurun oleh orangtua kita, masyarakat, serta lembaga pendidikan yang ada dengan sengaja atau tanpa sengaja. Demikian sistematis dan lamanya pola pengajaran perilaku (peran) ini sehingga membuat kita berpikir bahwa memang demikianlah adanya peran-peran yang harus kita jalankan. Bahkan, kita menganggapnya sebagai kodrat. "Kan memang kodrat gue sebagai cewek untuk lemah gemulai, mau menerima apa adanya, dan enggak boleh membantah. Sementara saudara gue yang cowok harus berani, tegas, dan bisa ngatur!" Begini kita sering memahami peran jenis kelamin kita, bukan?

Dari kecil kita telah diajarkan, cowok akan diberikan mainan yang memperlihatkan kedinamisan, tantangan, dan kekuatan, seperti mobil-mobilan dan pedang-pedangan. Sedangkan cewek diberikan mainan boneka, setrikaan, alat memasak, dan lainnya.

Lalu, ketika mulai sekolah dasar, dalam buku bacaan pelajaran juga digambarkan peran-peran jenis kelamin, contohnya, "Bapak membaca koran, sementara Ibu memasak di dapur". Peran-peran hasil bentukan sosial-budaya inilah yang disebut dengan peran jender. Peran yang menghubungkan pekerjaan dengan jenis kelamin. Apa yang "pantas" dan "tidak pantas" dilakukan sebagai seorang cowok atau cewek.

Kondisi ini enggak ada salahnya kok. Nah, akan menjadi bermasalah ketika peran-peran yang telah diajarkan kemudian menempatkan salah satu jenis kelamin (baik cowok maupun cewek) pada posisi yang tidak menguntungkan. Karena enggak semua cowok mampu bersikap tegas dan bisa ngatur, maka cowok yang lembut akan dicap banci. Sedangkan jika cewek lebih berani dan tegas akan dicap tomboi. Tentu saja hal ini enggak enak dan memberikan tekanan.

Memperjuangkan kesetaraan

Memperjuangkan kesetaraan bukanlah berarti mempertentangkan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Tetapi, ini lebih kepada membangun hubungan (relasi) yang setara. Kesempatan harus terbuka sama luasnya bagi cowok atau cewek, sama pentingnya, untuk mendapatkan pendidikan, makanan yang bergizi, kesehatan, kesempatan kerja, termasuk terlibat aktif dalam organisasi sosial-politik dan proses-proses pengambilan keputusan.

Hal ini mungkin bisa terjadi jika mitos-mitos seputar citra (image) menjadi "cowok" dan "cewek" dapat diperbaiki. Memang enggak ada cara lain. Sebagai cowok ataupun cewek, kita harus menyadari bahwa kita adalah pemain dalam kondisi (hubungan) ini. Jadi, untuk bisa mengubah kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan ini, maka baik sebagai cowok ataupun cewek kita harus terlibat.

Meskipun banyak korban dari sistem yang ada sekarang adalah cewek, bukan berarti usaha-usaha untuk mengubahnya adalah tanggung jawab cewek semata. Karena ini menyangkut sistem sosial-budaya, tentu saja kesepakatan harus dibangun di antara kita dong, baik sebagai cewek ataupun cowok. Lalu bagaimana kita memulainya?

1 Bangun kesadaran diri

Hal pertama yang mesti kita lakukan adalah membangun kesadaran diri. Ini bisa dilakukan melalui pendidikan. Karena peran-peran yang menimbulkan relasi tak setara terjadi akibat pengajaran dan sosialisasi, cara mengubahnya juga melalui pengajaran dan sosialisasi baru. Kita bisa melakukan latihan atau diskusi secara kritis. Minta profesional, aktivis kesetaraan jender, atau siapa pun yang kita pandang mampu membantu untuk memandu pelatihan dan diskusi yang kita adakan bersama.

2 Bukan urusan cewek semata

Kita harus membangun pemahaman dan pendekatan baru bahwa ini juga menyangkut cowok. Tidak mungkin akan terjadi perubahan jika cowok tidak terlibat dalam usaha ini. Cewek bisa dilatih untuk lebih aktif, berani, dan mampu mengambil keputusan, sedangkan cowok pun perlu dilatih untuk menghormati dan menghargai kemampuan cewek dan mau bermitra untuk maju.

3 Bicarakan

Salah satu cara untuk memulai perubahan adalah dengan mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan tekanan atau diskriminasi. Cara terbaik adalah bersuara dan membicarakannya secara terbuka dan bersahabat. Harus ada media untuk membangun dialog untuk menyepakati cara-cara terbaik membangun relasi yang setara dan adil antarjenis kelamin. Bukankah ini jauh lebih membahagiakan?

4 Kampanyekan

Karena ini menyangkut sistem sosial-budaya yang besar, hasil dialog atau kesepakatan untuk perubahan yang lebih baik harus kita kampanyekan sehingga masyarakat dapat memahami idenya dan dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan. Termasuk di dalamnya mengubah cara pikir dan cara pandang masyarakat melihat "cowok" dan "cewek" dalam ukuran "kepantasan" yang mereka pahami. Masyarakat harus memahami bahwa beberapa sistem sosial-budaya yang merupakan produk cara berpikir sering kali enggak berpihak, menekan, dan menghambat peluang cewek untuk memiliki kesempatan yang sama dengan cowok. Jadi ini memang soal mengubah cara pikir.

5 Terapkan dalam kehidupan sehari-hari

Tidak ada cara terbaik untuk merealisasikan kondisi yang lebih baik selain menerapkan pola relasi yang setara dalam kehidupan kita masing-masing. Tentu saja semua harus dimulai dari diri kita sendiri, lalu kemudian kita dorong orang terdekat kita untuk menerapkannya. Mudah-mudahan dampaknya akan lebih meluas.

Harry Kurniawan Cemara PKBI Sumatera Barat

Peer Pressure Vs Peer Motivation

Oleh: Heri Susanto PKBI DKI Jakarta

Suka atau enggak, begitu banyak persoalan yang kita hadapi sebagai remaja. Mulai dari masalah yang paling umum, sederhana, tapi juga sekaligus ”rumit”, yaitu seputar kisah asmara, sampai masalah-masalah yang bergesekan dengan hukum dan tatanan sosial yang berlaku di sekitar kita.

Secara sadar, tentu kita enggak pernah menginginkannya. Namun kenyataannya sh*t happens. Ada aja kejadian yang menggiring kita ke arah sana. Alasannya macam-macam. Misalnya, dengan tujuan untuk menunjukkan solidaritas antarteman, mendapatkan pengakuan dari kelompok, atau untuk menunjukkan identitas diri. Bisa juga untuk menunjukkan kemandirian, meminta pembuktian cinta, dan lain sebagainya. The problem is, banyak yang mengambil pilihan solusi yang salah.

Ujung-ujungnya malah jadi dianggap melakukan ”kenakalan-kenakalan”. Kayak tawuran, nge-drugs, malak, bolos sekolah, kekerasan dalam pacaran, pemerkosaan terhadap teman atau bahkan pacar, bersikap konfrontatif terhadap orangtua, dan lain-lain.

Memang banyak ahli psikologi yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, penuh gejolak, penuh risiko (secara psikologis), over energi, dan lain sebagainya, yang disebabkan oleh aktifnya hormon-hormon tertentu.

Masalahnya, apa yang dibilang para ahli itu justru menggiring sebagian kita pada pemahaman bahwa keadaan atau perilaku tersebut adalah sebuah kewajaran baru. Yang akan tetap lestari dari generasi ke generasi. Waduh! Ngeri dong?

”Peer pressure”

Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang kita alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.

Demi geng ini kita sering kali dengan rela hati mau melakukan dan mengorbankan apa pun hanya karena sebuah kata-kata ”sakti”, yaitu solidaritas. Luar biasa memang jika geng ini memiliki arah kemudi yang tepat sehingga bisa menjadi wadah positif bagi kita. Tapi yang menjadi persoalan adalah terkadang solidaritas di antara kita itu bersifat semu, buta, dan destruktif, yang malah mencederai makna solidaritas itu sendiri.

Demi alasan solidaritas, sebuah geng sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks, melakukan penodongan, bolos sekolah, tawuran, merokok, corat-coret tembok, dan masih banyak lagi.

Secara individual, awalnya kita mungkin merasa enggak nyaman melakukan ”tantangan” itu. Tapi karena ada peer pressure, plus rasa ketidakberdayaan untuk meninggalkan kelompok, serta ketidakmampuan untuk mengatakan ”tidak”, akhirnya apa pun yang dikehendaki kelompok secara terpaksa dilakukan. Lama-kelamaan menjadi kebiasaan dan akhirnya melekat menjadi sebuah karakter yang diwujudkan dalam berbagai macam perilaku negatif.

Peer pressure tidak hanya bisa diperoleh dari kelompok, tapi bisa juga dari individu, walaupun biasanya tekanan dari individu tidak lebih berat dari tekanan kelompok. Dari individu maupun kelompok, peer pressure dapat berpengaruh buruk dalam kehidupan kita, bisa dalam bentuk perubahan perilaku negatif atau pengaruh psikologis seperti rasa takut, sedih, minder, dan cemas, yang tentunya akan memengaruhi pencitraan orang lain terhadap kita.

”Peer motivation”

Hidup adalah sebuah pilihan. Jika kita mau melihat ke berbagai sisi dalam menjalani berbagai pernak-pernik kehidupan kita, kita akan selalu menemukan alternatif untuk segala hal, termasuk mau diarahkan ke mana pola pergaulan kita.

Kelompok atau teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup kita. Jika kita berada dalam lingkungan pergaulan yang penuh dengan ”energi negatif” seperti yang terurai di atas, segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup kita menjadi negatif. Sebaliknya, jika kita berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan ”energi positif”, yaitu sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua anggotanya, kita juga akan memiliki sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular.

Motivasi dalam kelompok (peer motivation) adalah salah satu contoh energi yang memiliki kekuatan luar biasa, yang cenderung melatarbelakangi apa pun yang kita lakukan. Dalam konteks motivasi yang positif, seandainya ini menjadi sebuah budaya dalam geng, barangkali tidak akan ada lagi kata-kata ”kenakalan remaja” yang dialamatkan kepada kita. Lembaga pemasyarakatan juga tidak akan lagi dipenuhi oleh penghuni berusia produktif, dan di negeri tercinta ini akan semakin banyak orang sukses berusia muda. Kita juga tidak perlu lagi merasakan peer pressure, yang bisa bikin kita stres.

Budaya dalam geng tentunya tidak dapat diubah dengan sim salabim abra kadabra. Perlu komitmen yang besar dari masing-masing individu yang terlibat dalam kelompok tersebut. Semua berawal dari niat yang baik untuk selalu menjadi lebih baik. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk memulai.

Pertama, berpikir positif. Segala bentuk sikap dan perilaku kita adalah perwujudan dari apa yang kita pikirkan. Jadi, dengan kata lain, perlakuan kita terhadap orang lain bergantung pada penilaian kita terhadap orang tersebut. Jika kita memiliki penilaian yang positif terhadap seseorang di antara sekian anggota geng yang lain, kita akan cenderung bersikap baik terhadap orang tersebut dan cenderung menolerir setiap kesalahan yang diperbuatnya. Begitu pula sebaliknya kita akan banyak melihat banyak kesalahan pada orang yang tidak kita sukai.

Nah, kalau kondisinya sudah seperti ini, biasanya akan ada ”tumbal” yang selalu jadi korban dalam sebuah geng, yaitu orang yang paling dipandang negatif. Di samping itu, cara pandang yang positif terhadap masing-masing anggota kelompok juga penting. Prinsipnya dianggap orang baik adalah kebutuhan semua orang. Jika kebutuhan itu terpenuhi, maka akan dapat meningkatkan citra diri yang positif masing-masing individu, dan itu akan berdampak pada perilaku yang positif pula.

Kedua, tentukan tujuan. Untuk apa geng itu dibentuk harus benar-benar memiliki tujuan jelas sehingga energi kita tersalurkan pada hal-hal yang terarah dan tidak terbuang sia-sia. Masing-masing anggota akan tahu apa yang harus dilakukan dan tentunya akan lebih produktif. Sebagai analogi, sebuah coretan tembok yang memiliki tujuan dan konsep yang jelas justru akan dapat memperindah suasana kota. Bahkan terkadang memiliki pesan-pesan yang bermakna. Sebaliknya, coretan-coretan yang asal-asalan justru akan menimbulkan kesan kumuh dan tentunya tidak indah. Pekerjaan yang sama akan memberikan hasil yang berbeda hanya karena tujuannya berbeda. Begitu pula dengan kelompok. So..., apa tujuan kita nge-geng?

Ketiga, dukungan kelompok. Masing-masing anggota kelompok harus bisa memberikan dukungan yang positif terhadap anggotanya, bukan malah saling memojokkan. Berikan semangat bagi yang melakukan kegagalan agar bisa memperbaiki, karena kegagalan adalah separuh perjalanan menuju sukses, dan berikan apresiasi yang tulus kepada yang berhasil memperbaiki dan melakukan kebaikan, sekecil apa pun prestasinya.

Seandainya selama ini kita selalu memberikan dukungan kepada teman kita kepada hal-hal yang lebih negatif dan kita selalu menganggapnya hebat jika teman kita mampu menyelesaikan hal ”konyol” dan ”bodoh”, kita harus berubah. Dukungan positif tidak hanya bermanfaat untuk orang lain, tapi juga mampu memberikan semangat kepada diri kita karena kita juga akan merasa terpacu. Di samping itu, dukungan positif juga penting untuk menjaga agar geng tetap terus bergerak secara energik dalam mencapai tujuan.

Sumber: Harian Kompas, Jumat, 07 April 2006

Kamis, 16 Oktober 2008

Bersyukurlah!!!

Kawan,,,bayangkan jika populasi bumi berkurang hinga menjadi sebuah desa dengan hanya 100 orang penduduk, seperti apa profil desa kecil yang beragam ini jika seluruh perhitungan rasio kependudukan dianggap masih berlaku???

Phillip M. Hartner, MD dari fakultas Kedokteran Stanford University Amerika Serikat, mencoba menemukan jawabannya. Di bawah ini adalah hasil dari analisa Hartnert:

Profil desa kecil bumi, terdiri dari:

- 57 orang Asia

- 21 orang Eropa

- 14 orang berasal dari belahan bumi sebelah barat

- 8 orang Afrika

- 52 perempuan

- 48 laki-laki

- 80 bukan kulit putih

- 20 kulit putih

- 89 heteroseksual

- 11 homoseksual

- 6 orang memiliki 59% kekayaan bumi, dan mereka adalah orang Amerika Serikat

- 80 orang tinggal di rumah-rumah yang tidak memenuhi standard

- 70 orang tidak dapat membaca

- 50 orang menderita kekurangan gizi

- 1 orang hampir meninggal

- 1 orang sedang hamil

- 1 orang memiliki latar belakang perguruan tinggi

- 1 orang memiliki computer

Kawan,,,mari kita renungkan analisa Hartner di atas dan mulai dengan hal-hal sebagai berikut:

- jika anda tinggal di rumah yang baik, memiliki banyak makanan dan dapat membaca, maka anda adalah bagian dari kelompok terpilih

- jika anda memiliki rumah yang baik, makanan, dapat membaca, memiliki computer, maka anda adalah bagian dari kelompok elit.

- Jika anda bangun pagi ini dan merasa sehat, maka anda adalah orang yang sangat beruntung, lebih beruntung dari jutaan orang yang mungkin tidak dapat bertahan hidup minggu ini.

- Jika anda tidak pernah merasakan bahaya perang, kesepian karena dipenjara, kesakitan karena penyiksaan atau kelaparan, anda berada selangkah lebih maju dibandingkan 500juta orang di dunia.

- Jika anda dapat menghadiri pertemuan politik atau keagamaan tanpa merasa takut akan dilecehkan, ditangkap, disiksa, atau mati, maka anda termasuk orang yang beruntung, karena lebih dari 3 milyar orang di dunia tidak dapat melakukannya.

- Jika anda memiliki makanan di lemari pendingin, baju-baju di lemari pakaian, dan memiliki atap yang menaungi tempat anda beristirahat, maka anda lebih kaya dari 75% penduduk bumi.

- Jika anda memiliki uang di bank, di dompet, dan mampu membelanjakan sebagian uang anda untuk menikmati hidangan di restoran, maka anda termasuk salah seorang dari anggota 8 kelompok orang-orang kaya di dunia.

- Jika orang tua anda masih hidup dan menikmati betapa bahagianya kahidupan pernikahan mereka, maka anda termasuk orang yang dikategorikan langka, terutama di Amerika Serikat.

- Jika anda mampu menegakkan kepala dengan senyuman di bibir anda dan anda merasa benar-benar bahagia, maka anda memiliki keistimewaan tersendiri, karena sebagian besar orang di dunia ini tidak memperolehkenikmatan tsb.

- Dan, jika anda dapat membaca pesan ini, maka anda baru saja menerima karunia ganda, karena seseorang memikirkan anda dan anda jauh lebih beruntung dibandingkan 2 milyar lebih orang yang tidak dapat membaca sama sekali.

Semoga anda menikmati hai yang indah ini….

Kawan,,,hitunglah karunia yang tlah Alloh berikan kepada kita, niscaya kita tak kan mampu menghitungnya, maka bersyukurlah atas apa yang Alloh berikan.

Senin, 13 Oktober 2008

ISL DJARUM 2008

Welcome to ISL Indonesia Super Lieur, haha....ini liga paling lieur in the world, w ga knapa???
PSSI yang katanya induk dari seluruh team sepakbola di seluruh Indonesia, malah mencaplok anak-anaknya (team itu sendiri). tw ga knapa??? Karna merekalah yang memonopoli pemasukan ISL yang seharusnya masuk kantung team. contoh kecilnya yaitu haksiar televisi, ya...televisi semestinya membeli ke team aza gto kyak di liga Primer Inggris, team kecila aza dpt keuntungan dari kerjasama hak siar televisi. pantas banyak team yang bangkurt!!
sedih...

Minggu, 12 Oktober 2008

Kesabaran ada batasnya???

Pernahkah kita mendengar seseorang berucap “kesabaran ada batasnya” 30 menit yang lalu saya baru saja mendengar kalimat itu, orang itu berkata dengan amarah yang menggebu. Sungguh…nafsu amarah sedang merasuki orang itu “semoga amarahnya cepat terhenti” ujarku dalam hati.

Semua manusia di muka bumi ini pasti pernah merasa diperlakukan tak adil. Memang benar di bumi ini tak akan ada yang benar-benar adil namun di balik itu semua kita dituntut untuk bersabar, namun “kesabaran itu ada batasnya!!!” untuk ketiga kalinya orang itu berkata hal yang sama dengan penekanan yang lebih tinggi.

Orang itu marah-marah karena kesabarannya sudah habis “kesabaran ada batasnya” kalimat itu sering menjadi dalil bagi manusia yang merasa stok kesabarannya sudah habis atau menipis. Lalu apa benar kesabaran itu ada batasnya???

Muka bumi yang kita singgahi ini memang penuh dengan ujian dan cobaan baik itu ujian kesenangan maupun kesedihan. Kesenangan itu ujian dan kesedihan juga ujian, lalu apakah kita sadar sekarang kita sedang diuji???

Manusia yang sadar sedang diuji adalah orang yang pandai bersyukur dan bersabar. Kita sering membuat frame bahwa ujian datang dengan membawa kesedihan saja, namun sebenarnya kesenangan juga merupakan ujian. Kita lebih sering menanggap kesenangan sebagai anugerah padahal kesenangan bisa membuat lupa kebanyakan orang dan mereka yang lupa itulah orang-orang gagal menghadapi ujian (wayahna kudu ujian susulan, he..).

Kesenangan dan kesedihan datang silih berganti, itulah hidup…makna kehidupan sebenarnya akan datang jika kita sudah dapat melewati kedua mahluk itu dengan baik. Bersabar…kata pertama yang akan kita ucapkan kepada teman kita yang sedang menghadapi kesedihan. Memang benar, dengan kesabaran semuanya akan terasa tenang jadi mari kita sama-sama bersabar.

Kesabaran adalah salah satu akhlak mulia seorang mukmin seperti dalam sebuah hadist: Sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin sebab segala keadaannya untuk ia sangat baik dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bagi seorang mukmin, jika mendapat nikmat ia bersyukur maka syukur itu lebih baik baginya dan jika menderita kesusahan sabar, maka kesabaran itu lebih baik baginya (HR.Muslim)

Karena bagi seorang muslim tak ada satu pun hal yang terjadi di dunia ini sia-sia baik itu kesenangan maupun kesedihan, seperti dalam sebuah hadist:

Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan atau penyakit atau kesusahan atau kerisauan hati bahkan ganguan yang berupa duri melainkan semua kejadian itu akan berupa penebus dosanya (HR. Bukhari Muslim)

Setiap ujian yang menghampiri orang-orang muslim, khususnya ujian berupa kesedihan tak akan menjadi alasan bagi orang muslim untuk mengeluh dan menyalahkan Allah SWT. karena ujian itu akan menjadi penebus dosa bagi mereka. Subhanallah….

Kesabaran akan membuat diri kita ikhlas dan ridha atas segala hal yang terjadi pada diri kita. Kesabaran akan membawa kita pada golongan orang-orang mukmin, jadi jika ingin masuk gologan ini jangan katakan “kesabaran ada batasnya” karena yang benar “hawa nafsu membatasi kemampuan kita untuk bersabar” coba kita dengar orang-orang yang berkata “kesabaran ada batasnya” kebanyakan dari mereka mengatakannya dengan nafsu yang berlebih…nafsu yang tak terbendung lagi.

Mari kita sama-sama tingkatkan kualitas hidup kita dengan cara bersyukur dan bersabar karena hanya dengan kedua cara itu akan lulus dari segala ujian yang datang, baik itu ujian kesenangan maupun kesedihan. Hidup ini indah…walau kadang hidup ini tak adil, mau kehidupan yang adil??? Mari kita persiapkan kehidupan yang penuh dengan keadilan (hari pembalasan+alam akhirat).

Masihkah kita berkata “kesabaran ada batasnya”??? mulai sekarang kita ubah dalil itu dengan “ujian dari Allah tak ada batasnya dan kesabaran juga tak ada batasnya.”

Senin, 06 Oktober 2008

Cinta…

Dikutip dari MaPi No.10. IV Oktober 2003


Tuhan…

Saat aku menyukai seorang teman

Ingatkanlah aku bahwa akan ada sebuah akhir

Sehingga aku tetap bersama Yang Tak Pernah Berakhir

Tuhan…

Ketika aku merindukan seorang kekasih

Rindukanlah aku kepada yang rindu Cinta Sejati-Mu

Agar kerinduanku terhadap-Mu semakin menjadi

Tuhan…

Jika aku hendak mencintai seseorang

Temukanlah aku dengan orang yang mencintai-Mu

Agar bertambah kuat cintaku pada-Mu

Tuhan…

Ketika aku sedang jatuh cinta

Jagalah cinta itu

Agar tak melebihi cintaku pada-Mu

Tuhan…

Ketika aku berucap aku cinta padamu

Biarlah kukatakan kepada yang hatinya tertaut pada-Mu

Agar aku tak jatuh dalam cinta yang bukan karena-Mu

Sebagaimana orang bijak berucap

Mencintai seseorang bukanlah apa-apa

Dicintai seseorang adalah sesuatu

Dicintai oleh orang yang kau cintai sangatlah berarti

Tapi dicintai oleh sang pencipta adalah segalanya